spanduk_kepala

Prospek Pasar Kendaraan Listrik di Indonesia untuk Penjualan dan Pembuatan

Indonesia bersaing dengan negara-negara seperti Thailand dan India untuk mengembangkan industri kendaraan listriknya, dan menyediakan alternatif yang layak bagi Tiongkok, produsen kendaraan listrik terkemuka di dunia. Indonesia berharap aksesnya terhadap bahan baku dan kapasitas industri akan memungkinkannya menjadi basis yang kompetitif bagi produsen kendaraan listrik dan membangun rantai pasokan lokal. Kebijakan yang mendukung telah diterapkan untuk mendorong investasi produksi serta penjualan kendaraan listrik di tingkat lokal.

Stasiun Pengisian Daya Tesla

Prospek pasar domestik
Indonesia tengah aktif berupaya membangun kehadiran penting dalam industri kendaraan listrik (EV), dengan tujuan menjangkau 2,5 juta pengguna kendaraan listrik pada tahun 2025.

Namun, data pasar menunjukkan bahwa transformasi kebiasaan konsumen otomotif akan membutuhkan waktu. Kendaraan listrik hanya mencakup kurang dari satu persen dari total mobil di jalanan Indonesia, menurut laporan Reuters bulan Agustus. Tahun lalu, Indonesia hanya mencatat 15.400 penjualan mobil listrik dan sekitar 32.000 penjualan sepeda motor listrik. Bahkan ketika operator taksi terkemuka seperti Bluebird mempertimbangkan akuisisi armada kendaraan listrik dari perusahaan-perusahaan besar seperti raksasa otomotif Tiongkok, BYD, proyeksi pemerintah Indonesia akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menjadi kenyataan.

Namun, perubahan sikap secara bertahap tampaknya sedang berlangsung. Di Jakarta Barat, dealer mobil PT Prima Wahana Auto Mobil mengamati tren peningkatan penjualan kendaraan listriknya. Menurut perwakilan penjualan perusahaan yang berbicara kepada China Daily pada bulan Juni tahun ini, pelanggan di Indonesia membeli dan menggunakan Wuling Air EV sebagai kendaraan sekunder, di samping kendaraan konvensional mereka yang sudah ada.

Pengambilan keputusan semacam ini mungkin terkait dengan kekhawatiran seputar infrastruktur pengisian daya dan layanan purnajual kendaraan listrik yang sedang berkembang, serta jangkauan kendaraan listrik, yang mengacu pada daya baterai yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan. Secara keseluruhan, biaya kendaraan listrik dan kekhawatiran seputar daya baterai dapat menghambat adopsi awal.

Namun, ambisi Indonesia lebih dari sekadar mendorong adopsi kendaraan energi bersih oleh konsumen. Negara ini juga berupaya memposisikan diri sebagai pusat penting dalam rantai pasok kendaraan listrik. Terlebih lagi, Indonesia merupakan pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara dan merupakan pusat produksi terbesar kedua di kawasan ini, setelah Thailand.

Pada bagian berikutnya, kami akan menelaah faktor-faktor utama yang mendorong peralihan EV ini dan membahas apa yang menjadikan Indonesia tujuan istimewa bagi investasi asing di segmen ini.

Kebijakan pemerintah dan langkah-langkah dukungan
Pemerintah Joko Widodo telah memasukkan produksi EV ke dalam Rencana Induk ASEAN_Indonesia_Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 dan menguraikan pengembangan infrastruktur EV dalam Narasi-RPJMN-2020-2024-versi-Bahasa-Inggris (Rencana Jangka Menengah Nasional 2020-2024).

Berdasarkan Rencana 2020-24, industrialisasi di negara ini terutama akan difokuskan pada dua bidang utama: (1) produksi hulu produk pertanian, kimia, dan logam, dan (2) manufaktur produk yang meningkatkan nilai dan daya saing. Produk-produk ini mencakup berbagai sektor, termasuk kendaraan listrik. Pelaksanaan rencana ini akan didukung oleh penyelarasan kebijakan di seluruh sektor primer, sekunder, dan tersier.
Pada bulan Agustus tahun ini, Indonesia mengumumkan perpanjangan dua tahun bagi produsen mobil untuk memenuhi persyaratan kelayakan insentif kendaraan listrik. Dengan peraturan investasi yang baru diperkenalkan dan lebih longgar, produsen mobil dapat berkomitmen memproduksi minimal 40 persen komponen kendaraan listrik di Indonesia pada tahun 2026 agar memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif. Komitmen investasi yang signifikan telah dibuat oleh merek Neta EV dari Tiongkok dan Mitsubishi Motors dari Jepang. Sementara itu, PT Hyundai Motors Indonesia memperkenalkan kendaraan listrik produksi dalam negeri pertamanya pada bulan April 2022.

Sebelumnya, Indonesia telah mengumumkan niatnya untuk menurunkan bea masuk dari 50 persen menjadi nol bagi produsen kendaraan listrik yang mempertimbangkan investasi di negara ini.

Pada tahun 2019, pemerintah Indonesia telah meluncurkan serangkaian insentif yang ditujukan kepada produsen kendaraan listrik, perusahaan transportasi, dan konsumen. Insentif ini mencakup penurunan tarif impor untuk mesin dan material yang digunakan dalam produksi kendaraan listrik dan menawarkan fasilitas pembebasan pajak (tax holiday) maksimal 10 tahun bagi produsen kendaraan listrik yang berinvestasi minimal 5 triliun rupiah (setara dengan US$346 juta) di Indonesia.

Pemerintah Indonesia juga telah menurunkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kendaraan listrik secara signifikan dari 11 persen menjadi hanya satu persen. Langkah ini menghasilkan penurunan harga awal Hyundai Ioniq 5 yang paling terjangkau, dari lebih dari US$51.000 menjadi di bawah US$45.000. Harga ini masih tergolong premium bagi rata-rata pengguna mobil di Indonesia; mobil berbahan bakar bensin termurah di Indonesia, Daihatsu Ayla, dibanderol mulai dari di bawah US$9.000.

Pendorong pertumbuhan untuk manufaktur kendaraan listrik
Pendorong utama di balik dorongan produksi kendaraan listrik adalah melimpahnya cadangan bahan baku dalam negeri Indonesia.

Negara ini merupakan produsen nikel terkemuka di dunia, bahan penting dalam produksi baterai litium-ion, yang merupakan pilihan utama untuk kemasan baterai kendaraan listrik. Cadangan nikel Indonesia mencakup sekitar 22-24 persen dari total cadangan global. Selain itu, negara ini memiliki akses ke kobalt, yang memperpanjang masa pakai baterai kendaraan listrik, dan bauksit, yang digunakan dalam produksi aluminium, elemen kunci dalam manufaktur kendaraan listrik. Akses mudah ke bahan baku ini berpotensi mengurangi biaya produksi secara signifikan.

Seiring waktu, pengembangan kemampuan manufaktur kendaraan listrik Indonesia dapat memperkuat ekspor regionalnya, jika negara-negara tetangga mengalami lonjakan permintaan kendaraan listrik. Pemerintah menargetkan produksi sekitar 600.000 kendaraan listrik pada tahun 2030.

Selain insentif produksi dan penjualan, Indonesia berupaya mengurangi ketergantungannya pada ekspor bahan mentah dan beralih ke ekspor barang bernilai tambah tinggi. Bahkan, Indonesia melarang ekspor bijih nikel pada Januari 2020, sekaligus meningkatkan kapasitas peleburan bahan mentah, produksi baterai kendaraan listrik, dan produksi kendaraan listrik.

Pada November 2022, Hyundai Motor Company (HMC) dan PT Adaro Minerals Indonesia, Tbk (AMI) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) yang bertujuan untuk memastikan pasokan aluminium yang konsisten guna memenuhi permintaan manufaktur otomotif yang terus meningkat. Kolaborasi ini bertujuan untuk menciptakan sistem kerja sama yang komprehensif terkait produksi dan pasokan aluminium yang difasilitasi oleh AMI, bersama dengan anak perusahaannya, PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI).

Sebagaimana dinyatakan dalam siaran pers perusahaan, Hyundai Motor Company telah memulai operasi di fasilitas manufaktur di Indonesia dan secara aktif terlibat dalam kolaborasi dengan Indonesia di berbagai bidang, dengan fokus pada sinergi masa depan dalam industri otomotif. Hal ini termasuk menjajaki investasi dalam usaha patungan untuk manufaktur sel baterai. Lebih lanjut, aluminium hijau Indonesia, yang ditandai dengan penggunaan pembangkit listrik tenaga air rendah karbon—sumber energi ramah lingkungan—sejalan dengan kebijakan netral karbon HMC. Aluminium hijau ini diharapkan dapat memenuhi lonjakan permintaan global di kalangan produsen mobil.
Tujuan penting lainnya adalah tujuan keberlanjutan Indonesia. Strategi kendaraan listrik negara ini berkontribusi pada upaya Indonesia mencapai target emisi nol bersih. Indonesia baru-baru ini mempercepat target pengurangan emisinya, kini menargetkan pengurangan sebesar 32 persen (naik dari 29 persen) pada tahun 2030. Kendaraan penumpang dan komersial menyumbang 19,2 persen dari total emisi yang dihasilkan oleh kendaraan jalan raya, dan peralihan agresif menuju adopsi dan pemanfaatan kendaraan listrik akan secara substansial mengurangi emisi secara keseluruhan.

Kegiatan pertambangan secara khusus tidak ada dalam Daftar Investasi Positif terbaru Indonesia, yang berarti secara teknis kegiatan tersebut terbuka untuk 100 persen kepemilikan asing.

Namun, penting bagi investor asing untuk memahami Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2020 dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 (sebagaimana telah diubah). Peraturan ini menetapkan bahwa perusahaan pertambangan milik asing harus secara bertahap mendivestasikan minimal 51 persen sahamnya kepada pemegang saham Indonesia dalam 10 tahun pertama sejak dimulainya produksi komersial.

Investasi asing dalam rantai pasokan kendaraan listrik
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menarik investasi asing yang signifikan dalam industri nikel, terutama difokuskan pada produksi baterai listrik dan pengembangan rantai pasokan terkait.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain:

Mitsubishi Motors telah mengalokasikan sekitar US$375 juta untuk memperluas produksi, termasuk mobil listrik Minicab-MiEV, dengan rencana untuk memulai produksi EV pada bulan Desember.
Neta, anak perusahaan Hozon New Energy Automobile China, telah memulai proses penerimaan pesanan untuk Neta V EV dan bersiap untuk produksi lokal pada tahun 2024.
Dua produsen, Wuling Motors dan Hyundai, telah merelokasi sebagian aktivitas produksi mereka ke Indonesia agar memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif penuh. Kedua perusahaan tersebut memiliki pabrik di luar Jakarta dan merupakan pesaing utama di pasar kendaraan listrik nasional dalam hal penjualan.
Investor Tiongkok terlibat dalam dua inisiatif penambangan dan peleburan nikel besar yang berlokasi di Sulawesi, pulau yang dikenal dengan cadangan nikelnya yang melimpah. Proyek-proyek ini terkait dengan entitas publik Indonesia Morowali Industrial Park dan Virtue Dragon Nickel Industry.
Pada tahun 2020, Kementerian Investasi Indonesia dan LG menandatangani Nota Kesepahaman senilai US$9,8 miliar bagi LG Energy Solution untuk berinvestasi di seluruh rantai pasokan kendaraan listrik.
Pada tahun 2021, LG Energy dan Hyundai Motor Group memulai pengembangan pabrik sel baterai pertama di Indonesia dengan nilai investasi US$1,1 miliar, yang dirancang memiliki kapasitas 10 GWh.
Pada tahun 2022, Kementerian Investasi Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman dengan Foxconn, Gogoro Inc, IBC, dan Indika Energy, yang mencakup manufaktur baterai, e-mobilitas, dan industri terkait.
Perusahaan pertambangan negara Indonesia Aneka Tambang telah bermitra dengan CATL Group China dalam perjanjian untuk manufaktur kendaraan listrik, daur ulang baterai, dan penambangan nikel.
LG Energy sedang membangun peleburan senilai US$3,5 miliar di provinsi Jawa Tengah dengan kapasitas memproduksi 150.000 ton nikel sulfat per tahun.
Vale Indonesia dan Zhejiang Huayou Cobalt telah berkolaborasi dengan Ford Motor untuk membangun pabrik endapan hidroksida (MHP) di provinsi Sulawesi Tenggara, yang direncanakan berkapasitas 120.000 ton, bersama dengan pabrik MHP kedua dengan kapasitas 60.000 ton.


Waktu posting: 28-Okt-2023

Tinggalkan Pesan Anda:

Tulis pesan Anda di sini dan kirimkan kepada kami